Usia harta, kekuatan, kedudukan, ilmu, dan amal yang merupakan milik Anda sebenarnya adalah yang digunakan untuk ketaatan kepada Allah." Selanjutnya, Ibnu Qayim lebih lanjut menerangkan akibat-akibat dari berbuat maksiat ini secara terperinci. Ini rangkumannya: 1-Maksiat Menghalangi Ilmu Pengetahuan
Eramuslim โ€“ Maksiat memiliki berbagai dampak yang buruk, tercela, serta membahayakan hati dan badan di dunia maupun di akhirat. Jumlah maksiat tidak diketahui secara pasti, kecuali oleh Allah Subhanahu wa Taโ€™ala semata. Dikutip dari buku Ad-Daa wad Dawaa karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, di antara dampak kemaksiatan yang dimaksud salah satunya menghalangi masuknya ilmu. Ilmu merupakan cahaya yang Allah masukkan ke dalam hati, sedangkan maksiat merupakan pemadam cahaya tersebut. Ketika Imam asy-Syafii duduk sambil membacakan sesuatu di hadapan Imam Malik, kecerdasan dan kesempurnaan pemahamannya membuat syaikh ini tercengang. Beliau pun berujar, โ€œSesungguhnya aku memandang Allah telah memasukkan cahaya ke dalam hatimu, maka janganlah kamu memadamkan cahaya tersebut dengan kegelapan maksiatโ€. Imam asy-Syafiโ€™i berkata dalam syairnya, ุดูƒูˆุช ุฅู„ู‰ ูˆูƒูŠุน ุณูˆุก ุญูุธูŠ ุŒ ูุฃุฑุดุฏู†ูŠ ุฅู„ู‰ ุชุฑูƒ ุงู„ู…ุนุง ุตูŠ ูˆู‚ุงู„ ุงุนู„ู… ุจุฃู† ุงู„ุนู„ู… ูุถู„ ุŒ ูˆูุถู„ ุงู„ู„ู‡ ู„ุง ูŠุคุชุงู‡ ุนุงุต โ€œAku mengadu kepada Wakiโ€™ tentang buruknya hafalanku. Dia menasehatiku agar aku tinggalkan kemaksiatan. Dia pun berkata Ketahuilah, sesungguhnya ilmu itu karunia. Dan karunia Allah tidak akan diberikan pada orang bermaksiat,โ€ Diwan asy-syafii, al-Fawa-idul Bahiyyah dan Syarh Tsulatsiyyatil Musnad. rol
LaranganBerbuat Maksiat. Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, yang artinya, "Rasulullah saw. bersabda, 'Tidaklah seorang pezina itu berzina sedang ia dalam keadaan Mukmin. Tidaklah seorang peminum khamr itu meminum khamr sedang ia dalam keadaan Mukmin. Tidaklah seorang pencuri itu mencuri sedang ia dalam keadaan Mukmin.
๏ปฟMencari ilmu adalah kewajiban agama yang dibebankan kepada umat Islam sejak dari buaian hingga mau masuk liang lahat. Kewajiban tersebut harus dilakukan sendiri setiap orang yang sudah baligh tanpa kecuali, sedangkan bagi yang belum baligh, orang tua atau walinya yang harus bertanggung jawab. Mereka wajib mendidik sendiri atau dengan menyerahkan kepada guru untuk membantunya jika tidak mampu. Islam agama yang sangat sempurna dan hebat, setiap perbuatan harus berdasar ilmu jika ingin benar dan diterima Allah Swt. Jika semua umat Islam konsisten dan istiqomah menjalankan kewajiban mencari ilmu, kebodohan menjadi barang tabu tengah masyarakat. Betapa luasnya ilmu seseorang jika sejak kecil hingga mendekati ajal selalu belajar. Namun, apa yang terjadi saat ini sangat memperihatinkan, semangat belajar agama sangat rendah meski banyak tempat pengajian digratiskan. Mereka yang rajin belajarpun, kurang maksimal dalam penguasaan ilmu agamanya. Indikasinya, banyak muamalah yang dilakukan tanpa dasar ilmu agama, juga banyaknya kemaksiatan yang terjadi. Yang terjadi, ilmu agama hanya menghiasi rak-rak perpustakaan saja dan juga sulit diraih umat Islam, jadilah orang yang berilmu atau ulama itu langka. Agar kewajiban mencari ilmu ini maksimal, tidak terkesan asal belajar saja tanpa memperhatikan hasilnya, maka faktor ketakwaan harus diperhatikan. Allah Swt berfirman, ูˆูŽุงุชู‘ูŽู‚ููˆุง ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ูˆูŽูŠูุนูŽู„ู‘ูู…ููƒูู…ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู Dan bertakwalah kepada Allah; dan Allah akan mengajarimu. 282. ูŠูŽุงุฃูŽูŠู‘ูู‡ูŽุง ุงู„ู‘ูŽุฐููŠู†ูŽ ุขู…ูŽู†ููˆุง ุฅูู†ู’ ุชูŽุชู‘ูŽู‚ููˆุง ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ูŠูŽุฌู’ุนูŽู„ู’ ู„ูŽูƒูู…ู’ ููุฑู’ู‚ูŽุงู†ู‹ุง ูˆูŽูŠููƒูŽูู‘ูุฑู’ ุนูŽู†ู’ูƒูู…ู’ ุณูŽูŠู‘ูุฆูŽุงุชููƒูู…ู’ ูˆูŽูŠูŽุบู’ููุฑู’ ู„ูŽูƒูู…ู’ ูˆูŽุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุฐููˆ ุงู„ู’ููŽุถู’ู„ู ุงู„ู’ุนูŽุธููŠู…ู Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan,menghapuskan kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. QS. Al-Anfal 29. Al Furqon adalah kemampuan atau ilmu untuk membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Ilmu adalah cahaya yang akan menerangi pemiliknya dalam menjalani kehidupan. Cahaya tersebut tidak mungkin Allah Swt berikan kepada mereka yang berani melanggar perintah-Nya atau bermaksiat. Dengan demikian, aktifitas belajar ilmu agama akan maksimal jika menjaga dirinya dari segala sesuatu yang berakibat dosa. Hanya orang minim dosa atau bertakwa yang layak Allah Swt beri ilmu bermanfaat. Faktor penghalang ilmu berupa kemaksiatan ini sangat diperhatikan para salafus salih atau ulama salih terdahulu. Banyak kisah yang menjadi buktinya. Perjalanan Imam Syafiโ€™i ra dalam mencari ilmu bisa menjadi pelajaran jika ingin mendapat ilmu yang bermanfaat. Beliau berkisah bahwa; ุดูŽูƒูŽูˆู’ุช ุฅู„ูŽู‰ ูˆูŽูƒููŠุนู ุณููˆุกูŽ ุญููู’ุธููŠ ููŽุฃูŽุฑู’ุดูŽุฏูŽู†ููŠ ุฅู„ูŽู‰ ุชูŽุฑู’ูƒู ุงู„ู’ู…ูŽุนูŽุงุตููŠ ูˆูŽุฃูŽุฎู’ุจูŽุฑูŽู†ููŠ ุจูุฃูŽู†ู‘ูŽ ุงู„ู’ุนูู„ู’ู…ูŽ ู†ููˆุฑูŒ ูˆูŽู†ููˆุฑู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ู„ูŽุง ูŠูู‡ู’ุฏูŽู‰ ู„ูุนูŽุงุตููŠ Aku pernah mengadukan kepada guruku,Wakiโ€™ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukanke padaku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat. Iโ€™anatuth Tholibin, 2/190. Padahal kecerdasan dan daya hafal beliau sangat luar bisa. Beliau harus menutup kedua telinganya ketika pergi ke masjid dari rumahnya, karena hampir semua yang beliau dengar terekam dengan baik dalam hafalannya. Diriwayatkan dari Imam Asy Syafiโ€™i ra, beliau berkata, Aku telah menghafalkan Al Qurโ€™an ketika berumur 7 tahun. Aku pun telah menghafal kitab Al Muwathoโ€™ ketika berumur 10 tahun. Ketika berusia 15 tahun, aku pun sudah berfatwa.โ€™ Thorh At Tatsrib, 1/95-96. Orang dengan kecerdasan dan daya hafal istimewa diatas rata-rata saja sangat terganggu dengan sedikit kemaksian yang menimpanya, lalu bagaimana dengan zaman sekarang? Zaman penuh kemaksiatan, tentu lebih berat lagi jika ingin mendapatkan ilmu. Tak heran jika Imam Malik ra pernah menasihati Iman Syafiโ€™i sebagai usaha ingin menjaganya. Ketika Imam Malik ra melihat kecerdasan ada pada diri Imam Syafiโ€™i muda yang luar biasa, maka beliau menasihatinya ุฅูู†ู‘ููŠ ุฃูŽุฑูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ู‚ูŽุฏู’ ุฃูŽู„ู’ู‚ูŽู‰ ุนูŽู„ูŽู‰ ู‚ูŽู„ู’ุจููƒูŽ ู†ููˆุฑู‹ุงุŒ ููŽู„ูŽุง ุชูุทู’ููุฆู’ู‡ู ุจูุธูู„ู’ู…ูŽุฉู ุงู„ู’ู…ูŽุนู’ุตููŠูŽุฉู Sesungguhnya aku melihat tanda Allah taโ€™ala telah menganugerahkan cahaya ilmu di hatimu, maka janganlah engkau padamkan cahaya tersebut dengan kegelapan maksiat. Al-Jawaabul Kaafi, hal. 52. Ilmu adalah cahaya, sedangkan kemaksiatan adalah kegelapan. Cahaya dan kegelapan tidak mungkin bisa bersatu dalam satu waktu dan tempat, salah satu pasti akan mengalahkan lainnya. Jika cahaya lebih kuat,maka teranglah tempat itu, namun jika kegelapan lebih kuat, maka cahaya otomatis akan meredup bahkan hilang sama sekali. Persis seperti yang Ibnul Qoyyim ra katakan ููŽุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู’ุนูู„ู’ู…ูŽ ู†ููˆุฑูŒ ูŠูŽู‚ู’ุฐูููู‡ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ูููŠ ุงู„ู’ู‚ูŽู„ู’ุจูุŒ ูˆูŽุงู„ู’ู…ูŽุนู’ุตููŠูŽุฉู ุชูุทู’ููุฆู ุฐูŽู„ููƒูŽ ุงู„ู†ู‘ููˆุฑูŽ. Sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya yang Allah curahkan di hati seorang hamba, dan maksiat mematikan cahaya tersebut. Al Jawaabul Kaafi, hal. 52. Kemaksiatan atau dosa bisa menghalangi ilmu masuk dalam kalbu sesuai dengan kadarnya, semakin besar dosa yang dilakukan semakin banyak pula ilmu agama yang tergerus karenanya. Aneka kemaksiatan juga menentukan jenis ilmu yang bisa dihilangkan. Ibnu Taimiyah ra berkata dalam Majmu' Al-Fatawa, 14/160 bahwa; ู…ู† ุงู„ุฐู†ูˆุจ ู…ุง ูŠูƒูˆู† ุณุจุจุง ู„ุฎูุงุก ุงู„ุนู„ู… ุงู„ู†ุงูุน ุฃูˆ ุจุนุถู‡ ุจู„ ูŠูƒูˆู† ุณุจุจุง ู„ู†ุณูŠุงู† ู…ุง ุนูู„ู… Diantara dosa-dosa, ada yang dapat menjadi sebab yang menghalangi ilmu yang bermanfaat atau sebagiannya, bahkan dapat menjadi sebab terlupanya ilmu yang sudah diketahui. Proses atau urutan kemaksiatan bisa menutup dan menghilangkan ilmu adalah hati menjadi gelap karenanya. Setiap perbuatan maksiat akan menutup hatinya, jika terus berlangsung bisa sampai pada matinya hati. Allah Swt berfirman tentang perbuatan maksiat. ูƒูŽู„ู‘ูŽุง ุจูŽู„ู’ ุฑูŽุงู†ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ู‚ูู„ููˆุจูู‡ูู…ู’ ู…ูŽุง ูƒูŽุงู†ููˆุง ูŠูŽูƒู’ุณูุจููˆู†ูŽ Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. QS. Al Muthoffifin 14. Hasan Al Bashri ra berkata, Yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dosa di atas tumpukan dosa sehingga bisa membuat hati itu gelap dan lama kelamaan pun mati. Tafsir Al Qurโ€™an Al Azhim, Ibnu Katsir, 14/ 268. Dipertegas lagi oleh Ibnul Qayyim ra dalam kitab Ad Daaโ€™ wad Dawaaโ€™,107 bahwa; Jika hati sudah semakin gelap, maka amat sulit untuk mengenal petunjuk kebenaran. Ilmu yang menjadi petunjuk akan sulit menembus hati yang gelap atau mati. Padahal ilmu sangat dibutuhkan orang beriman dalam menjalani hidupnya. Karena setiap kali bertambah ilmu seseorang maka bertambah pula kemampuannya mengenal dan membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Inilah makna Al Furqaan,yakni pemahaman yang Allah Swt bukakan untuk orang yang bertakwa, karena takwa adalah sebab kuatnya pemahaman, dan kekuatan yang dengannya akan menghasilkan tambahan ilmu. Semoga kita sanggup menjauhi kemaksiatan secara maksimal, sehingga ilmu kita kian hari kian bertambah dan bermanfaat serta barokah. Amin []
MaksiatMenghalangi Cahaya Ilmu. Penulis. Artikel Sofyan Chalid bin Idham Ruray - August 1, 2020. 0. 296. Share. Facebook. "Dan bertakwalah kepada Allah; dan Allah akan mengajarimu." [Al-Baqoroh: 282] ada yang dapat menjadi sebab yang menghalangi ilmu yang bermanfaat atau sebagiannya, bahkan dapat menjadi sebab terlupanya ilmu yang
Alhamdulillah, pada kesempatan kali ini kami akan coba membahas terkait hadits tentang maksiat. Semoga pembahasan hadits tentang maksiat ini bisa bermanfaat untuk kita Hadits Tsauban dan Abu HurairahPenjelasan IsykalMemahami Hadits Tsauban dan Abu HurairahPertanyaanBagaimana memahami dua buah hadits, yaitu hadits Tsauban radhiallahu anhu di mana Nabi Shallallahuโ€™alaihi Wasallam bersabda,ู„ูŽุฃูŽุนู’ู„ูŽู…ูŽู†ูŽู‘ ุฃูŽู‚ู’ูˆูŽุงู…ู‹ุง ู…ูู†ู’ ุฃูู…ูŽู‘ุชููŠ ูŠูŽุฃู’ุชููˆู†ูŽ ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ู‚ููŠูŽุงู…ูŽุฉู ุจูุญูŽุณูŽู†ูŽุงุชู ุฃูŽู…ู’ุซูŽุงู„ู ุฌูุจูŽุงู„ู ุชูู‡ูŽุงู…ูŽุฉูŽ ุจููŠุถู‹ุง ููŽูŠูŽุฌู’ุนูŽู„ูู‡ูŽุง ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ุนูŽุฒูŽู‘ ูˆูŽุฌูŽู„ูŽู‘ ู‡ูŽุจูŽุงุกู‹ ู…ูŽู†ู’ุซููˆุฑู‹ุง ู‚ูŽุงู„ูŽ ุซูŽูˆู’ุจูŽุงู†ู ูŠูŽุง ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ุตููู’ู‡ูู…ู’ ู„ูŽู†ูŽุง ุฌูŽู„ูู‘ู‡ูู…ู’ ู„ูŽู†ูŽุง ุฃูŽู†ู’ ู„ูŽุง ู†ูŽูƒููˆู†ูŽ ู…ูู†ู’ู‡ูู…ู’ ูˆูŽู†ูŽุญู’ู†ู ู„ูŽุง ู†ูŽุนู’ู„ูŽู…ู ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฃูŽู…ูŽุง ุฅูู†ูŽู‘ู‡ูู…ู’ ุฅูุฎู’ูˆูŽุงู†ููƒูู…ู’ ูˆูŽู…ูู†ู’ ุฌูู„ู’ุฏูŽุชููƒูู…ู’ ูˆูŽูŠูŽุฃู’ุฎูุฐููˆู†ูŽ ู…ูู†ู’ ุงู„ู„ูŽู‘ูŠู’ู„ู ูƒูŽู…ูŽุง ุชูŽุฃู’ุฎูุฐููˆู†ูŽ ูˆูŽู„ูŽูƒูู†ูŽู‘ู‡ูู…ู’ ุฃูŽู‚ู’ูˆูŽุงู…ูŒ ุฅูุฐูŽุง ุฎูŽู„ูŽูˆู’ุง ุจูู…ูŽุญูŽุงุฑูู…ู ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ุงู†ู’ุชูŽู‡ูŽูƒููˆู‡ูŽุงโ€œSungguh saya telah mengetahui bahwa ada suatu kaum dari umatku yang datang pada hari kiamat dengan membawa kebaikan sebesar gunung Tihamah yang putih. Kemudian Allah menjadikannya debu yang berterbangan.โ€ Tsauban bertanya, โ€œWahai Rasulullah, sebutkanlah ciri-ciri mereka dan jelaskanlah perihal mereka agar kami tidak menjadi seperti mereka tanpa disadari.โ€ Beliau bersabda โ€œSesungguhnya mereka adalah saudara kalian dan dari golongan kalian, mereka shalat malam sebagaimana kalian, tetapi mereka adalah kaum yang jika bersendirian mereka menerjang hal yang diharamkan Allah.โ€ Shahih. HR. Ibnu Majah.dan hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahuโ€™alaihi Wasallam bersabda,ูƒูู„ู‘ู ุฃูู…ู‘ูŽุชููŠ ู…ูุนูŽุงูู‹ู‰ ุฅูู„ู‘ูŽุง ุงู„ู’ู…ูุฌูŽุงู‡ูุฑููŠู†ูŽ ุŒ ูˆูŽุฅูู†ู‘ูŽ ู…ูู†ู’ ุงู„ู’ู…ูุฌูŽุงู‡ูŽุฑูŽุฉู ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽุนู’ู…ูŽู„ูŽ ุงู„ุฑู‘ูŽุฌูู„ู ุจูุงู„ู„ู‘ูŽูŠู’ู„ู ุนูŽู…ูŽู„ู‹ุง ุซูู…ู‘ูŽ ูŠูุตู’ุจูุญูŽ ูˆูŽู‚ูŽุฏู’ ุณูŽุชูŽุฑูŽู‡ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ููŽูŠูŽู‚ููˆู„ูŽ ูŠูŽุง ููู„ูŽุงู†ู ุนูŽู…ูู„ู’ุชู ุงู„ู’ุจูŽุงุฑูุญูŽุฉูŽ ูƒูŽุฐูŽุง ูˆูŽูƒูŽุฐูŽุงุŒ ูˆูŽู‚ูŽุฏู’ ุจูŽุงุชูŽ ูŠูŽุณู’ุชูุฑูู‡ู ุฑูŽุจู‘ูู‡ูุŒ ูˆูŽูŠูุตู’ุจูุญู ูŠูŽูƒู’ุดููู ุณูุชู’ุฑูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู†ู’ู‡ูโ€œSeluruh umatku diampuni kecuali al-mujaahirun orang yang melakukan al-mujaaharah. Dan termasuk bentuk al-mujaaharah adalah seseorang berbuat dosa pada malam hari, kemudian di pagi hari Allah telah menutupi dosanya namun dia berkata, โ€œWahai fulan semalam aku telah melakukan dosa ini dan itu.โ€ Allah telah menutupi dosanya di malam hari, akan tetapi di pagi hari dia membuka kembali dosa yang telah ditutup oleh Allah tersebut.โ€ Shahih. HR. Bukhari dan Muslim.Sebagian orang mengalami kesulitan dalam mengompromikan dua hadits ini dikarenakan secara tekstual kedua hadits ini memiliki kandungan yang hadits pertama, yaitu hadits Tsauban radhiallahu anhu, pelaku maksiat yang melakukan maksiatnya ketika sendirian, tidak diketahui orang lain, dikatakan amalannya menjadi sia-sia dan diancam siksa berdasarkan kandungan hadits kedua, yaitu hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu, semestinya mereka yang menyembunyikan maksiatnya termasuk ke dalam golongan yang diampuni. Karena yang tidak diampuni adalah yang menampakkannya al-mujaahirun.Dalam mengompromikan kedua hadits ini para ulama menempuh beragam cara sebagai berikutPertama melemahkan hadits Tsauban. Alasannya adalah sebagai berikutStatus salah seorang rawi hadits ini bernama โ€œUqbah bin Alqamah bin Hadij al-Maโ€™aafiriy dinilai lemah. Al-Uqailiy mengatakan,ู„ุง ูŠุชุงุจุน ุนู„ู‰ ุญุฏูŠุซู‡โ€œHadits Uqbah tidak memiliki mutabaโ€™ahโ€Ibnu Adiy mengatakan,ุฑูˆู‰ ุนู† ุงู„ุฃูˆุฒุงุนูŠ ู…ุง ู„ู… ูŠูˆุงูู‚ู‡ ุนู„ูŠู‡ ุฃุญุฏโ€œUqbah meriwayatkan hadits dari al-Auzaโ€™i yang tidak disepakati oleh seorang punโ€Selain itu, matan hadits Tsauban dinilai mungkar dengan alasan ketentuan dalam Islam adalah keburukan tidaklah menggugurkan pahala kebaikan, namun sebaliknya kebaikanlah yang mampu menghilangkan kedua alasan tersebut kurang tepat mengingat rawi Uqbah bin Alqamah telah dinilai sebagai rawi yang tsiqah oleh banyak ulama, diantaranya adalah Ibnu Maโ€™in dan ulama menolak periwayatan Uqbah adalah jika riwayat tersebut merupakan periwayatan anaknya, Muhammad, dari Uqbah atau Uqbah membawa suatu riwayat dari al-Auzaโ€™i. Sedangkan hadits Tsauban, bukanlah riwayat uqbah dari al-Auzaโ€™i dan tidak pula diriwayatkan oleh Muhammad dari beliau. Dengan demikian, minimal sanad hadits ini adalah hasan. Wallahu aโ€™ penilaian atas kemungkaran matan hadits Tsaubah, maka hal ini pun tidak tepat mengingat makna yang sama dikemukakan dalam surat an-Nisaa ayat 108 di mana Allah taโ€™ala berfirman,ูŠูŽุณู’ุชูŽุฎู’ูููˆู†ูŽ ู…ูู†ูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุงุณู ูˆูŽู„ุง ูŠูŽุณู’ุชูŽุฎู’ูููˆู†ูŽ ู…ูู†ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ูˆูŽู‡ููˆูŽ ู…ูŽุนูŽู‡ูู…ู’ ุฅูุฐู’ ูŠูุจูŽูŠู‘ูุชููˆู†ูŽ ู…ูŽุง ู„ุง ูŠูŽุฑู’ุถูŽู‰ ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ู‚ูŽูˆู’ู„ู ูˆูŽูƒูŽุงู†ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุจูู…ูŽุง ูŠูŽุนู’ู…ูŽู„ููˆู†ูŽ ู…ูุญููŠุทุงู‹โ€œMereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi ilmu-Nya terhadap apa yang mereka kerjakanโ€ QS. An-Nisaa 108.Meski dalam ayat di atas tidak disebutkan dengan jelas perihal gugurnya amalan mereka, namun hal itu dapat dipahami dari makna ayat tersebut. Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam menafsirkan ayat ini,ู‡ูŽุฐูŽุง ุฅูู†ู’ูƒูŽุงุฑูŒ ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู’ู…ูู†ูŽุงููู‚ููŠู†ูŽ ูููŠ ูƒูŽูˆู’ู†ูู‡ูู…ู’ ูŠูŽุณู’ุชูŽุฎู’ูููˆู†ูŽ ุจูู‚ูŽุจูŽุงุฆูุญูู‡ูู…ู’ ู…ูู†ูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุงุณู ู„ูุฆูŽู„ู‘ูŽุง ูŠูู†ู’ูƒูุฑููˆุง ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูู…ู’ุŒ ูˆูŽูŠูุฌูŽุงู‡ูุฑููˆู†ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ุจูู‡ูŽุง ู„ูุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ู…ูุทู‘ูŽู„ูุนูŒ ุนูŽู„ูŽู‰ ุณูŽุฑูŽุงุฆูุฑูู‡ูู…ู’ ูˆูŽุนูŽุงู„ูŽู…ูŒ ุจูู…ูŽุง ูููŠ ุถูŽู…ูŽุงุฆูุฑูู‡ูู…ู’ุ› ูˆูŽู„ูู‡ูŽุฐูŽุง ู‚ูŽุงู„ูŽ {ูˆูŽู‡ููˆูŽ ู…ูŽุนูŽู‡ูู…ู’ ุฅูุฐู’ ูŠูุจูŽูŠู‘ูุชููˆู†ูŽ ู…ูŽุง ู„ูŽุง ูŠูŽุฑู’ุถูŽู‰ ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ู‚ูŽูˆู’ู„ู ูˆูŽูƒูŽุงู†ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุจูู…ูŽุง ูŠูŽุนู’ู…ูŽู„ููˆู†ูŽ ู…ูุญููŠุทู‹ุง} ุชูŽู‡ู’ุฏููŠุฏูŒ ู„ูŽู‡ูู…ู’ ูˆูŽูˆูŽุนููŠุฏูŒโ€œHal ini merupakan pengingkaran terhadap orang-orang munafik yang berupaya menyembunyikan keburukan mereka dari hadapan manusia agar tidak diingkari. Mereka pun pada akhirnya mengakui hal tersebut karena Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang ada di dalam hati mereka. Oleh karena itu, sebagai bentuk ancaman kepada mereka Allah berfirman yang artinya, โ€œpadahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi ilmu-Nya terhadap apa yang mereka kerjakanโ€ Tafsiir Ibn Katsiir.Baca Juga Pokok-Pokok MaksiatKedua Hadits Tsauban berkenaan dengan kaum munafikin, sedangkan hadits Abu Hurairah berkenaan dengan kaum muslimin. Dengan demikian, tidak ada kontradiksi antara keduanya. Terlebih lagi jika kita memaknai karakter kemunafikan di sini sebagai kemunafikan amaliy yang tidak menafikan ikatan keimanan alias tidak mengeluarkan pelaku perbuatan yang tersebut dalam hadits Tsauban dari lingkup yang ada membenarkan hal tersebut. Jika kita merenungkan kondisi sebagian saudara kita yang nampak secara lahiriah berpegang teguh dengan agama namun terjerumus ke dalam kemungkaran, dan dengan mendengar pengakuan dari mereka sendiri yang telah bertaubat, tentu akan menjumpai hal yang antara mereka ada yang bermaksiat tatkala bersendirian dengan menyaksikan video dan memandang situs-situs yang mengandung konten tidak senonoh, serta menggunakan identitas palsu agar dapat berkomunikasi dengan lawan jenis non-mahram. Kita dapat melihat bahwa mereka yang melakukan hal tersebut secara lahiriah konsisten terhadap ajaran agama, nampak dalam pakaian, shalat, dan puasa yang dikerjakan. Pada mereka inilah ancaman dalam hadits Tsauban radhiallahu anhu ditujukan, sebagai ancaman karena perbuatan mereka serupa dengan orang-orang munafik, atau dikarenakan mereka menjadi musuh iblis secara lahiriah, namun menjadi teman iblis di kala bersendirian sebagaimana yang dikemukakan oleh sebagian ulama Hajr al-Haitami rahimahullah mengatakan,ุงู„ูƒุจูŠุฑุฉ ุงู„ุณุงุฏุณุฉ ูˆุงู„ุฎู…ุณูˆู† ุจุนุฏ ุงู„ุซู„ุงุซู…ุงุฆุฉ ุฅุธู‡ุงุฑ ุฒูŠ ุงู„ุตุงู„ุญูŠู† ููŠ ุงู„ู…ู„ุฃ ุŒ ูˆุงู†ุชู‡ุงูƒ ุงู„ู…ุญุงุฑู… ุŒ ูˆู„ูˆ ุตุบุงุฆุฑ ููŠ ุงู„ุฎู„ูˆุฉ ุฃุฎุฑุฌ ุงุจู† ู…ุงุฌู‡ ุจุณู†ุฏ ุฑูˆุงุชู‡ ุซู‚ุงุช ุนู† ุซูˆุจุงู† ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ ุนู† ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุฃู†ู‡ ู‚ุงู„ ู„ุฃุนู„ู…ู†ู‘ูŽ ุฃู‚ูˆุงู…ุงู‹ ู…ูู† ุฃู…ุชูŠ ูŠุฃุชูˆู†โ€œDosa besar ketiga ratus lima puluh enam adalah menampakkan keshalihan di hadapan manusia, namun menerjang perkara yang diharamkan Allah, meski dosa kecil di kala bersendiri. Ibnu Majah meriwayatkan dengan sanad para perawi yang tsiqah dari Tsauban radhiallahu anhu dari nabi shallallalu alaihi wa sallam, beliau bersabda, โ€œSungguh saya telah mengetahui bahwa ada suatu kaum dari umatkuโ€ฆโ€โ€ az-Zawaajir an Iqtiraafi al-Kabaa-ir.Ketiga Sabda nabi shallallahu alaihi wa sallam โ€œุฅุฐูŽุง ุฎูŽู„ูˆุง ุจูู…ูŽุญูŽุงุฑูู…ู ุงู„ู„ู‡โ€ tidak hanya berarti bahwa pelaku dalam hadits Tsauban melakukan apa yang dilarang Allah tatkala bersendirian di rumah! Namun dapat diartikan bahwa mereka terkadang melakukan hal tersebut bersama dengan kawan-kawan dan orang yang semisal dengannya. Dengan demikian, dalam hadits Tsauban terkandung penjelasan perihal mereka bersama-sama bersembunyi dari pandangan manusia untuk melakukan apa yang dilarang Allah, bukan berarti bahwa setiap dari mereka menyendiri di rumah masing-masing menerjang larangan itulah yang tidak akan dimaafkan, sementara yang nampak bagi kami pelaku maksiat yang dimaafkan sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah adalah seorang yang dalam keadaan sendirian melakukan karena itu, dalam hadits Abu Hurairah subjek disebutkan secara tunggal dan spesifik, di mana Allah telah menutupi aib yang dilakukannya di malam hari sebagaimana dalam kalimat โ€œูŠูŽุนู’ู…ูŽู„ูŽ ุงู„ุฑู‘ูŽุฌูู„ู ุจูุงู„ู„ู‘ูŽูŠู’ู„ู ุนูŽู…ูŽู„ู‹ุง ุซูู…ู‘ูŽ ูŠูุตู’ุจูุญูŽ ูˆูŽู‚ูŽุฏู’ ุณูŽุชูŽุฑูŽู‡ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูโ€, sedangkan dalam hadits Tsauban terkandung lafadz jamak/plural mengingat dalam hadits tersebut terdapat kata โ€œู‚ูˆู’ู…โ€ dan โ€œุฎูŽู„ูŽูˆุงโ€.Asy-Syaikh Muhammad Nashirudin al-Albani rahimahullah mengatakan, โ€œNampaknya kalimat โ€œุฎู„ูˆุง ุจู…ุญุงุฑู… ุงู„ู„ู‡โ€ bukanlah berarti โ€œุณุฑู‘ุงู‹โ€sendiri/rahasia, namun apabila terdapat kesempatan mereka melakukan apa yang dilarang oleh Allah. Dengan demikian kata โ€œุฎู„ูŽูˆุงโ€ bukanlah berarti โ€œุณุฑู‘ุงู‹โ€, namun memiliki arti yang sama sebagaimana terdapat dalam syaโ€™ir โ€œุฎู„ุง ู„ูƒู ุงู„ุฌูˆ ูุจูŠุถูŠ ูˆุงุตูุฑูŠโ€โ€ Silsilah Huda wa an-Nuur kaset nomor 225.Baca Juga 10 Nasihat Ibnul Qayyim Untuk Bersabar Agar Tidak Terjerumus Dalam Lembah MaksiatKeempat yang disebutkan dalam hadits Tsauban adalah orang yang menghalalkan maksiat atau melampaui batasMereka yang disebutkan dalam hadits Tsauban disifati dengan kalimat โ€œูŠู†ุชู‡ูƒูˆู† ู…ุญุงุฑู… ุงู„ู„ู‡โ€ menerjang larangan Allah. Sifat ini menunjukkan akan penghalalan mereka terhadap larangan Allah tersebut atau menunjukkan bahwa mereka sangat melampaui batas dalam melakukannya dalam kondisi tersebut. Melampaui batas karena mereka merasa aman dari makar dan siksa Allah, serta absennya perhatian mereka bahwa sebenarnya Allah pasti mengetahui perbuatan karena itu, mereka berhak memperoleh hukuman berupa gugurnya amalan shalih yang telah dikerjakan oleh mereka. Ancaman yang ada dalam hadits tersebut semata-mata bukan dikarenakan melakukan kemaksiatan. Inilah mengapa Tsauban radhiallahu anhu bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk menjelaskan sifat mereka karena khawatir para sahabat juga termasuk di dalam ancaman tanpa disadari. Pertanyaan semisal ini merupakan pertanyaan yang dilakukan untuk mengenal kondisi hati pelaku kemaksiatan tersebut, bukan semata-mata untuk mengetahui perbuatan Muhammad al-Mukhtar asy-Syinqithiy hafizhahullah mengatakan, โ€œMaksud dari hadits ini adalah mereka memiliki sifat meremehkan dan โ€ฆ Allah, sehingga terdapat perbedaan antara kemaksiatan yang mendatangkan penyesalan dengan kemaksiatan yang tidak mendatangkan penyesalan bagi pelakunya. Berbeda seorang yang bermaksiat ketika sendiri dengan seorang yang meremehkan Allah, di mana kebaikannya di hadapan manusia merupakan tindakan riyaโ€™ meski banyak seperti gunung. Apabila dirinya berada di tengah-tengah orang shalih, dirinya menampakkan amalan yang baik karena berharap sesuatu kepada manusia, bukan berharap pahala kepada Allah. Maka, orang ini mengerjakan amal shalih yang banyaknya seperti gunung, secara lahiriah merupakan kebaikan, akan tetapi tatkala bersendirian dirinya menerjang larangan Allah. Tatkala tersembunyi dari pandangan manusia, dia tidak mengagungkan Allah dan tidak pula takut dengan seorang yang bermaksiat ketika bersendirian namun di dalam hatinya terdapat penyesalan, dia tidak menyukai dan membenci kemaksiatan tersebut, serta Allah memberikan karunia penyesalan atas kemaksiatan yang telah dilakukan. Seorang yang bermaksiat dalam kondisi bersendirian namun merasa menyesal dan merasa terluka atas kemaksiatan yang dilakukan, bukanlah dikatakan sebagai orang yang menerjang larangan Allah karena pada asalnya orang tersebut mengagungkan syiโ€™ar-syiโ€™ar Allah, namun syahwat telah menguasainya sehingga dia pun menyesali kemaksiatan tersebut. Adapun orang yang sebelumnyaadalah pribadi yang berkarakter lancang danberani menentang makna dari hadits Tsauban mengingat hadits tersebut tidaklah menerangkan perihal satu orang, dua orang atau berbicara tentang kriteria tertentu, namun hadits tersebut menerangkan sifat-sifat secara sempurna. Di antara manusia ada yang bermaksiat tatkala bersendirian dan hatinya memang menentang Allah. Sedangkan yang lain bermaksiat tatkala bersendiri karena takluk akan syahwat, namun jika ditelisik lebih jauh, terkadang keimanan yang dimilikinya mampu mengalahkan syahwat tersebut dan mampu mencegah dirinya untuk bermaksiat. Akan tetapi dalam beberapa kondisi syahwat membutakannya karena memang syahwat mampu membutakan dan membuat seorang jadi tuli sehingga dia tidak mampu menerima nasehat. Akhirnya dia pun terjerumus ke dalam kemaksiatan dan digelincirkan setan. Allah berfirman,ุฅูู†ู‘ูŽู…ูŽุง ุงุณู’ุชูŽุฒูŽู„ู‘ูŽู‡ูู…ู ุงู„ุดู‘ูŽูŠู’ุทูŽุงู†ู ุจูุจูŽุนู’ุถู ู…ูŽุง ูƒูŽุณูŽุจููˆุง ูˆูŽู„ูŽู‚ูŽุฏู’ ุนูŽููŽุง ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู†ู’ู‡ูู…ู’โ€œHanya saja mereka digelincirkan oleh setan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat di masa lampau dan sesungguhnya Allah telah memberi maaf kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantunโ€ Ali Imraan 155.Ayat di atas menerangkan bahwa apabila hamba digelincirkan setan hingga bermaksiat, namun di lubuk hatinya masih terdapat pengakuan bahwa dirinya telah berbuat dosa, Allah juga mengetahui tatkala bermaksiat ada penyesalan dalam dirinya, benci akan kemaksiatan tersebut hingga sebagian di antara mereka ketika bermaksiat ada yang berangan-angan agar dirinya diwafatkan sebelum melakukan kemaksiatan tersebut. Orang yang demikian ini sebenarnya orang yang masih mengagungkan Allah, akan tetapi dia belum diberi karunia berupa keimanan yang dapat menghalanginya dari perbuatan maksiat. Dan terkadang Allah mengujinya dengan kemaksiatan tersebut dikarenakan dia telah menghina orang lain, durhaka pada orang tua, atau memutus silaturahim sehingga Allah tidak menurunkan rahmat-Nya. Bisa juga dia menyakiti ulama atau salah seorang wali Allah sehingga Allah pun mengumumkan perang terhadap dirinya. Dengan demikian kondisi orang tersebut layaknya seorang yang sedang dihinakan meski dalam hatinya dia idak ridha terhadap perbuatan seorang yang bermaksiat tatkala bersendirian memiliki beberapa tingkatan. Di antara mereka melakukan kemaksiatan dan dalam hatinya terdapat sikap lancang dan meremehkan Allah. Anda dapat melihat sebagian pelaku kemaksiatan ketika bermaksiat, di mana tidak ada seorang pun yang melihat dan memperingati dirinya, dia melakukan kemaksiatan tersebut dengan bangga, angkuh, dan pencemoohan terhadap Allah. Mereka mengucapkan kalimat-kalimat penghinaan dan melakukan berbagai perbuatan yang meremehkan kekuasaan Allah, tatkala seseorang menasehatinya dia pun menolak dengan penuh keangkuhan sehingga dirinya menganggap remeh keagungan Allah, agama dan syariโ€™at-Nya. Orang ini secara lahiriah apabila berada di hadapan manusia dia tetap shalat dan berpuasa, namun jika bersendirian dia bermaksiat dan meremehkan keagungan Allah โ€“wal iyaadzu billah-. Orang yang demikian tentu tidak sama dengan mereka yang terkalahkan oleh syahwat, terfitnah dengan apa yang dilihatnya namun menyadari bahwa kemaksiatan yang dilakukannya dapat membawa musibah dan kehancuran. Dia mengerjakan kemaksiatan tersebut, namun hatinya tidak nyaman dengan maksiat tersebut, merasa terluka dan menyesal ketika telah demikian, kandungan hadits Tsauban ini tidak bersifat mutlak. Kandungan dari hadits ini hanya mencakup mereka yang bermaksiat di kala bersendirian dan di dalam dirinya terdapat penentangan dan sikap meremehkan ketentuan-ketentuan Allah โ€“wal iyaadzu billah-โ€ Syarh Zaad al-Mustaqโ€™niโ€™.Semoga Allah menganugerahkan dan menghiasi hati kita dengan keimanan, serta kita memohon kepada-Nya agar menganugerahi diri kita agar membenci kekufuran, kefasikan dan Juga Pengaruh Shalat Dan Maksiat Terhadap Rezeki***Penulis Muhammad Nur Ichwan MuslimArtikel
Makaia pun melakukan maksiat hingga ia tenggelamkan amalan kebaikan yang telah. Orang yang duduk di dalam masjid menunggu pelaksanaan shalat dan keutamaan (berdiam di) masjid Kitab Adzan. Allah, seorang laki-laki yang diajak berbuat maksiat oleh seorang wanita kaya lagi cantik lalu dia berkata, 'Aku takut kepada Allah', dan seorang yang bersedekah
ุงู„ุญู…ุฏ ู„ู„ู‡ ุฑุจู‘ู ุงู„ุนุงู„ู…ูŠู† ูˆุงู„ู’ุนุงู‚ูุจูŽุฉู ู„ูู„ู’ู…ูุชู‘ูŽู‚ูŠู† ูˆู„ุง ุนูุฏู’ูˆุงู†ูŽ ุฅู„ู‘ูŽุง ุนูŽู„ู‰ ุงู„ุธู‘ูŽุงู„ู…ููŠู† ูˆุฃุดู‡ุฏ ุฃู†ู’ ู„ุง ุฅู„ู‡ ุฅู„ุงุงู„ู„ู‡ ูˆุญุฏู‡ ู„ุง ุดุฑูŠูƒ ู„ู‡ ุฑุจู‘ูŽ ุงู„ู’ุนุงู„ู…ูŠู† ูˆุฅู„ูŽู‡ูŽ ุงู„ู…ูุฑู’ุณู„ูŠู† ูˆู‚ูŽูŠู‘ููˆู’ู…ูŽ ุงู„ุณู‘ูŽู…ูˆุงุชู ูˆุงู„ุฃูŽุฑูŽุถููŠู† ูˆุฃุดู‡ุฏ ุฃู† ู…ุญู…ุฏุง ุนุจุฏู‡ ูˆุฑุณูˆู„ู‡ ุงู„ู…ุจุนูˆุซู ุจุงู„ูƒุชุงุจู ุงู„ู…ูุจูŠู† ุงู„ูุงุฑูู‚ู ุจูŽูŠู’ู†ูŽ ุงู„ู‡ูุฏู‰ ูˆุงู„ุถู‘ูŽู„ุงู„ู ูˆุงู„ู’ุบูŽูŠู‘ู ูˆุงู„ุฑู‘ูŽุดุงุฏู ูˆุงู„ุดู‘ูŽูƒู‘ู ูˆูŽุงู„ู’ูŠูŽู‚ููŠู† ูˆุงู„ุตู‘ูŽู„ุงุฉู ูˆุงู„ุณู‘ูŽู„ุงู…ู ุนูŽู„ู‰ ุญูŽุจูู’ูŠุจูู†ุง ูˆ ุดูŽูููŠู’ุนูู†ุง ู…ูุญู…ู‘ูŽุฏู ุณูŽูŠู‘ูุฏู ุงู„ู…ูุฑู’ุณู„ูŠู† ูˆ ุฅู…ุงู…ู ุงู„ู…ู‡ุชูŽุฏูŠู† ูˆ ู‚ุงุฆูุฏู ุงู„ู…ุฌุงู‡ุฏูŠู† ูˆุนู„ู‰ ุขู„ู‡ ูˆุตุญุจู‡ ุจุนุฏุŒ ููŠุงุฃูŠู‡ุง ุงู„ู…ุณู„ู…ูˆู† ุฃูˆุตูŠูƒู… ูˆุฅูŠุงูŠ ุจุชู‚ูˆู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนุฒ ูˆุฌู„ ูˆุงู„ุชู‘ูŽู…ูŽุณู‘ููƒู ุจู‡ุฐุง ุงู„ุฏู‘ููŠู† ุชูŽู…ูŽุณู‘ููƒู‹ุง ู‚ูŽูˆููŠู‘ู‹ุง ูู‚ุงู„ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ููŠ ูƒุชุงุจู‡ ุงู„ูƒุฑูŠู…ุŒ ุฃุนูˆุฐ ุจุงู„ู„ู‡ ู…ู† ุงู„ุดูŠุทุงู† ุงู„ุฑุฌูŠู… โ€œูŠูŽุง ุฃูŽูŠู‘ูู‡ูŽุง ุงู„ู‘ูŽุฐููŠู†ูŽ ุขูŽู…ูŽู†ููˆุง ุงุชู‘ูŽู‚ููˆุง ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ุญูŽู‚ู‘ูŽ ุชูู‚ูŽุงุชูู‡ู ูˆูŽู„ูŽุง ุชูŽู…ููˆุชูู†ู‘ูŽ ุฅูู„ู‘ูŽุง ูˆูŽุฃูŽู†ู’ุชูู…ู’ ู…ูุณู’ู„ูู…ููˆู†ูŽ โ€œ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู’ู…ูุคู’ู…ูู†ูŽ ุฅูุฐูŽุง ุฃูŽุฐู’ู†ูŽุจูŽ ูƒูŽุงู†ูŽุชู’ ู†ููƒู’ุชูŽุฉูŒ ุณูŽูˆู’ุฏูŽุงุกู ููู‰ ู‚ูŽู„ู’ุจูู‡ู ููŽุฅูู†ู’ ุชูŽุงุจูŽ ูˆูŽู†ูŽุฒูŽุนูŽ ูˆูŽุงุณู’ุชูŽุบู’ููŽุฑูŽ ุตูู‚ูู„ูŽ ู‚ูŽู„ู’ุจูู‡ู ููŽุฅูู†ู’ ุฒูŽุงุฏูŽ ุฒูŽุงุฏูŽุชู’ ููŽุฐูŽู„ููƒูŽ ุงู„ุฑู‘ูŽุงู†ู ุงู„ู‘ูŽุฐูู‰ ุฐูŽูƒูŽุฑูŽู‡ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ููู‰ ูƒูุชูŽุงุจูู‡ู ูƒูŽู„ุงู‘ูŽ ุจูŽู„ู’ ุฑูŽุงู†ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ู‚ูู„ููˆุจูู‡ูู…ู’ ู…ูŽุง ูƒูŽุงู†ููˆุง ูŠูŽูƒู’ุณูุจููˆู†ูŽ โ€œSeorang mukmin jika berbuat satu dosa, maka ternodalah hatinya dengan senoktah warna hitam. Jika dia bertobat dan beristighfar, hatinya akan kembali putih bersih. Jika ditambah dengan dosa lain, noktah itu pun bertambah hingga menutupi hatinya. Itulah karat yang disebut-sebut Allah dalam ayat, โ€œSekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.โ€ HR Tarmidzi Maโ€™asyiral muslimin rahimakumullahโ€ฆ Tahukah Anda sekalian apa akibat yang menimpa diri kita jika kita melakukan maksiat? Akibat yang pertama adalah maksiat akan menghalangi diri kita untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ุญูุฑู’ู…ุงูŽูŽู†ู ุงู„ู’ุนูู„ู’ู…ู Jamaโ€™ah yang dimuliakan Allahโ€ฆ. Ilmu adalah cahaya yang dipancarkan ke dalam hati. Tapi ketahuilah, kemaksiatan dalam hati kita dapat menghalangi dan memadamkan cahaya itu. Suatu ketika Imam Malik melihat kecerdasan dan daya hafal Imam Syafiโ€™i yang luar biasa. Imam Malik berkata, โ€œAku melihat Allah telah menyiratkan dan memberikan cahaya di hatimu, wahai anakku. Janganlah engkau padamkan cahaya itu dengan maksiat.โ€ Perhatikan, wahai Saudaraku sekalian, Imam Malik menunjukkan kepada kita bahwa pintu ilmu pengetahuan akan tertutup dari hati kita jika kita melakukan maksiat. Akibat yang kedua adalah maksiat akan menghalangi Rezeki ุญูุฑู’ู…ูŽุงู†ู ุงู„ุฑูุฒู’ู‚ู Maโ€™asyiral muslimin rahimakumullahโ€ฆ. Jika ketakwaan adalah penyebab datangnya rezeki, maka meninggalkan ketakwaan berarti menimbulkan kefakiran. Rasulullah saw. pernah bersabda, โ€œSeorang hamba dicegah dari rezeki akibat dosa yang diperbuatnya.โ€ HR. Ahmad Karena itu, wahai Saudaraku sekalian, kita harus meyakini bahwa takwa adalah penyebab yang akan mendatangkan rezeki dan memudahkan rezeki kita. Jika saat ini kita merasakan betapa sulitnya mendapatkan rezeki Allah, maka tinggalkan kemaksiatan! Jangan kita penuhi jiwa kita dengan debu-debu maksiat. Jamaโ€™ah yang dimuliakan Allahโ€ฆ. Akibat ketiga, maksiat membuat kita berjarak dengan Allah. Diriwayatkan ada seorang laki-laki yang mengeluh kepada seorang arif tentang kesunyian jiwanya. Sang arif berpesan, โ€œJika kegersangan hatimu akibat dosa-dosa, maka tinggalkanlah perbuatan dosa itu. Dalam hati kita, tak ada perkara yang lebih pahit daripada kegersangan dosa di atas dosa.โ€ Akibat maksiat yang keempat adalah kita akan punya jarak dengan orang-orang baik. Semakin banyak dan semakin berat maksiat yang kita lakukan, akan semakin jauh pula jarak kita dengan orang-orang baik. Sungguh jiwa kita akan kesepian. Sunyi. Dan jiwa kita yang gersang tanpa sentuhan orang-orang baik itu, akan berdampak pada hubungan kita dengan keluarga, istri, anak-anak, dan bahkan hati nuraninya sendiri. Seorang salaf berkata, โ€œSesungguhnya aku bermaksiat kepada Allah, maka aku lihat pengaruhnya pada perilaku binatang kendaraan dan istriku.โ€ Akibat kelima, maksiat membuat sulit semua urusan kita ุชูŽุนู’ุณููŠู’ุฑู ุฃูู…ููˆู’ุฑูู‡ู Maโ€™asyiral muslimin rahimakumullahโ€ฆ. Jika ketakwaan dapat memudahkan segala urusan, maka kemaksiatan akan mempesulit segala urusan pelakunya. Ketaatan adalah cahaya, sedangkan maksiat adalah gelap gulita. Ibnu Abbas berkata, โ€œSesungguhnya perbuatan baik itu mendatangkan kecerahan pada wajah dan cahaya pada hati, kekuatan badan dan kecintaan. Sebaliknya, perbuatan buruk itu mengundang ketidakceriaan pada raut muka, kegelapan di dalam kubur dan di hati, kelemahan badan, susutnya rezeki dan kebencian makhluk.โ€ Begitulah, wahai Saudaraku, jika kita gemar bermaksiat, semua urusan kita akan menjadi sulit karena semua makhluk di alam semesta benci pada diri kita. Air yang kita minum tidak ridha kita minum. Makanan yang kita makan tidak suka kita makan. Orang-orang tidak mau berurusan dengan kita karena benci. Jamaโ€™ah yang dimuliakan Allahโ€ฆ. Akibat keenam, maksiat melemahkan hati dan badan ุฃูŽู†ูŽ ุงู„ู…ูŽุนุงูŽ ุตููŠ ุชููˆู’ู‡ูู† ุงู„ู‚ูŽู„ู’ุจ ูŽ ูˆ ุงู„ู’ุจูŽุฏูŽู†ูŽ Kekuatan seorang mukmin terpancar dari kekuatan hatinya. Jika hatinya kuat, maka kuatlah badannya. Tapi pelaku maksiat, meskipun badannya kuat, sesungguhnya dia sangat lemah. Tidak ada kekuatan dalam dirinya. Wahai Saudaraku, lihatlah bagaimana menyatunya kekuatan fisik dan hati kaum muslimin pada diri generasi pertama. Para sahabat berhasil mengalahkan kekuatan fisik tentara bangsa Persia dan Romawi padahal para sahabat berperang dalam keadaan berpuasa! Akibat maksiat yang ketujuh adalah kita terhalang untuk taatุญูุฑู’ู…ุงูŽู† ุงู„ุทุงูŽุนูŽุฉู Orang yang melakukan dosa dan maksiat cenderung untuk tidak taat. Orang yang berbuat masiat seperti orang yang satu kali makan, tetapi mengalami sakit berkepanjangan. Sakit itu menghalanginya dari memakan makanan lain yang lebih baik. Begitulah. Jika kita hobi berbuat masiat, kita akan terhalang untuk berbuat taat. Saudaraku yang dimuliakan Allahโ€ฆ. Maksiat memperpendek umur dan menghapus keberkahanุฃู†ูŽ ุงู„ู…ูŽุนุงูŽ ุตููŠ ุชูŽู‚ู’ุตุฑู ุงู„ุนูู…ู’ุฑูŽ ูˆุจุฑูŽูƒูŽุชููŽู‡ู Ini akibat maksiat yang kedelapan. Pada dasarnya, umur manusia dihitung dari masa hidupnya. Padahal, tidak ada kehidupan kecuali jika hidup itu dihabiskan untuk ketaatan, ibadah, cinta, dan dzikir kepada Allah serta mencari keridhaan-Nya. Jika usia kita saat ini 40 tahun. Tiga per empatnya kita isi dengan maksiat. Dalam kacamata iman, usia kita tak lebih hanya 10 tahun saja. Yang 30 tahun adalah kesia-siaan dan tidak memberi berkah sedikitpun. Inilah maksud pendeknya umur pelaku maksiat. Sementara, Imam Nawawi yang hanya diberi usia 30 tahun oleh Allah swt. Usianya begitu panjang. Sebab, hidupnya meski pendek namun berkah. Kitab Riyadhush Shalihin dan Hadits Arbain yang ditulisnya memberinya keberkahan dan usia yang panjang, sebab dibaca oleh manusia dari generasi ke generasi hingga saat ini dan mungkin generasi yang akan datang. Maโ€™asyiral muslimin rahimakumullahโ€ฆ. Akibat kesembilan, maksiat menumbuhkan maksiat lainุงู† ุงู„ู…ูŽุนุงุตููŠ ุชูŽุฒู’ุฑูŽุน ุฃูŽู…ู’ุซุงู„ู‡ุง Seorang ulama salaf berkata, jika seorang hamba melakukan kebaikan, maka hal tersebut akan mendorongnya untuk melakukan kebaikan yang lain dan seterusnya. Dan jika seorang hamba melakukan keburukan, maka dia pun akan cenderung untuk melakukan keburukan yang lain sehingga keburukan itu menjadi kebiasaan bagi pelakunya. Karena itu, hati-hatilah, Saudaraku. Jangan sekali-kali mencoba berbuat maksiat. Kalian akan ketagihan dan tidak bisa lagi berhenti jika sudah jadi kebiasaan! Maksiat mematikan bisikan hati nurani ุถู’ุนููู ุงู„ู‚ูŽู„ู’ุจูŽ Ini akibat berbuat maksiat yang kesepuluh. Maksiat dapat melemahkan hati dari kebaikan. Dan sebaliknya, akan menguatkan kehendak untuk berbuat maksiat yang lain. Maksiat pun dapat memutuskan keinginan hati untuk bertobat. Inilah yang menjadikan penyakit hati paling besar kita tidak bisa mengendalikan hati kita sendiri. Hati kita menjadi liar mengikuti jejak maksiat ke maksiat yang lain. Jika sudah seperti itu, hati kita akan melihat maksiat begitu indah. Tidak ada keburukan sama sekali ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽู†ู’ุณูŽู„ูุฎูŽ ู…ูู†ูŽ ุงู„ู‚ูŽู„ู’ุจู ุฅุณู’ุชูŒู‚ู’ุจูŽุงุญูู‡ุง Jamaโ€™ah yang dimuliakan Allahโ€ฆ. Itulah akibat maksiat yang kesebelas. Tidak ada lagi rasa malu ketika berbuat maksiat. Jika orang sudah biasa berbuat maksiat, ia tidak lagi memandang perbuatan itu sebagai sesuatu yang buruk. Tidak ada lagi rasa malu melakukannya. Bahkan, dengan rasa bangga ia menceritakan kepada orang lain dengan detail semua maksiat yang dilakukannya. Dia telah menganggap ringan dosa yang dilakukannya. Padahal dosa itu demikian besar di mata Allah swt. Para pelaku maksiat yang seperti itu akan menjadi para pewaris umat yang pernah diazab Allah swt. Ini akibat kedua belas yang menimpa pelaku maksiat. ู…ูŠู’ุฑุงูŽุซูŒ ุนูŽู† ู’ ุฃูู…ูŽุฉู ู…ู†ูŽ ุงู„ุฃูู…ูŽู…ู ุงู„ุชููŠ ุฃู‡ู’ู„ูŽูƒูŽู‡ุงูŽ ุงู„ู„ู‡ู Homoseksual adalah maksiat warisan umat nabi Luth Perbuatan curang dengan mengurangi takaran adalah maksiat peninggalan kaum Syuโ€™aib Kesombongan di muka bumi dan menciptakan berbagai kerusakan adalah milik Firโ€™aun dan kaumnya. Sedangkan takabur dan congkak merupakan maksiat warisan kaum Hud Dengan demikian, kita bisa simpulkan bahwa pelaku maksiat zaman sekarang ini adalah pewaris kaum umat terdahulu yang menjadi musuh Allah swt. Dalam musnad Imam Ahmad dari Ibnu Umar disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, โ€œBarangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongannya.โ€ Naโ€™udzubillahi min dzalik! Semoga kita bukan salah satu dari mereka. Maโ€™asyiral muslimin rahimakumullahโ€ฆ. Akibat berbuat maksiat yang ketiga belas adalah maksiat menimbulkan kehinaan dan mewariskan kehinadinaan ุฃู† ูŽ ุงู„ู’ู…ูŽุนู’ุตููŠุฉูŽ ุณูŽุจูŽุจูŒ ู„ูู‡ูŽูˆุงู†ู ุงู„ุนูŽุจู’ุฏ ูˆูŽุณูู‚ููˆุทูู‡ ู…ูู† ู’ ุนูŽูŠู’ู†ูู‡ู Kehinaan itu tidak lain adalah akibat perbuatan maksiat kepada Allah sehingga Allah pun menghinakannya. โ€œDan barangsiapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.โ€ Al-Hajj18. Sedangkan kemaksiatan itu akan melahirkan kehinadinaan. Karena, kemuliaan itu hanya akan muncul dari ketaatan kepada Allah swt. โ€œBarang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan ituโ€ฆ.โ€ Al-Faathir10. Seorang Salaf pernah berdoa, โ€œYa Allah, anugerahilah aku kemuliaan melalui ketaatan kepada-Mu; dan janganlah Engkau hina-dinakan aku karena aku bermaksiat kepada-Mu.โ€ Akibat keempat belas, maksiat merusak akal kita ุงูู†ูŽ ุงู’ู„ู…ูŽุนูŽุงุตููŠ ุชููู’ุณูุฏู ุงู„ู’ุนูŽู‚ู’ู„ูŽ Saudaraku yang dimuliakan Allahโ€ฆ. Tidak mungkin akal yang sehat lebih mendahulukan hal-hal yang hina. Ulama salaf berkata, seandainya seseorang itu masih berakal sehat, akal sehatnya itu akan mencegahnya dari kemaksiatan kepada Allah. Dia akan berada dalam genggaman Allah, sementara malaikat menyaksikan, dan nasihat Al-Qurโ€™an pun mencegahnya, begitu pula dengan nasihat keimanan. Tidaklah seseorang melakukan maksiat, kecuali akalnya telah hilang! Akibat kelima belas, maksiat menutup hati. Allah berfirman, โ€œSekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.โ€ Al-Muthaffifiin14. Imam Hasan mengatakan hal itu sebagai dosa yang berlapis dosa. Ketika dosa dan maksiat telah menumpuk, maka hatinya pun telah tertutup. Akibat keenam belas, pelaku maksiat mendapat laknat Rasulullah saw. Saudaraku sekalian, Rasulullah saw. melaknat perbuatan maksiat seperti mengubah petunjuk jalan, padahal petunjuk jalan itu sangat penting HR Bukhari; melakukan perbuatan homoseksual HR Muslim; menyerupai laki-laki bagi wanita dan menyerupai wanita bagi laki-laki; mengadakan praktik suap-manyuap HR Tarmidzi, dan sebagainya. Karena itu, tinggalkanlah semua itu! Akibat ketujuh belas, maksiat menghalangi syafaat Rasulullah dan Malaikat. Kecuali, bagi mereka yang bertobat dan kembali kepada jalan yang lurus. Allah swt. berfirman, โ€œMalaikat-malaikat yang memikul Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman seraya mengucapkan Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyla-nyala. Ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke dalam surga Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang shalih d iantara bapak-bapak mereka, istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan peliharalah mereka dari balasan kejahatan.โ€ Al-Mukmin 7-9 Akibat kedelapan belas, maksiat melenyapkan rasa malu. Padahal, malu adalah pangkal kebajikan. Jika rasa malu telah hilang dari diri kita, hilangkah seluruh kebaikan dari diri kita. Rasulullah bersabda, โ€œMalu itu merupakan kebaikan seluruhnya. Jika kamu tidak merasa malu, berbuatlah sesukamu.โ€ HR. Bukhari Maโ€™asyiral muslimin rahimakumullahโ€ฆ. Akibat kesembilan belas, maksiat yang kita lakukan adalah bentuk meremehkan Allah. Jika kita melakukan maksiat, disadari atau tidak, rasa untuk mengagungkan Allah perlahan-lahan lenyap dari hati kita. Ketika kita bermaksiat, kita sadari atau tidak, kita telah menganggap remeh adzab Allah. Kita mengacuhkan bahwa Allah Maha Melihat segala perbuatan kita. Sungguh ini kedurhakaan yang luar biasa! Saudaraku yang dimuliakan Allahโ€ฆ. Maksiat memalingkan perhatian Allah atas diri kita. Ini akibat yang kedua puluh. Allah akan membiarkan orang yang terus-menerus berbuat maksiat berteman dengan setan. Allah berfirman, โ€œDan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.โ€ Al-Hasyir 19 Maksiat melenyapkan nikmat dan mendatangkan azab. Ini akibat yang kedua puluh satu. Allah berfirman, โ€œDan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar dari kesalahan-kesalahanmu.โ€ Asy-Syura 30 Ali berkata, โ€œTidaklah turun bencana melainkan karena dosa. Dan tidaklah bencana lenyap melainkan karena tobat.โ€ Karena itu, bukankah sekarang waktunya bagi kita untuk segera bertobat dan berhenti dari segala maksiat yang kita lakukan? Dan akibat yang terakhir, yang kedua puluh dua, maksiat memalingkan diri kita dari sikap istiqamah. Kita hidup di dunia ini sebenarnya bagaikan seorang pedagang. Dan pedagang yang cerdik tentu akan menjual barangnya kepada pembeli yang sanggup membayar dengan harga tinggi. Saudaraku, siapakah yang sanggup membeli diri kita dengan harga tinggi selain Allah? Allah-lah yang mampu membeli diri kita dengan bayaran kehidupan surga yang abadi. Jika seseorang menjual dirinya dengan imbalan kehidupan dunia yang fana, sungguh ia telah tertipu! Maโ€™asyiral muslimin rahimakumullahโ€ฆ. Renungkan! Renungkanโ€ฆ! Semoga Allah menjaga kita semua dari perbuatan maksiat. Amin. ุจุงุฑูƒ ุงู„ู„ู‡ ู„ู†ุง ูˆู„ูƒู… ููŠ ุงู„ู‚ุฑุขู† ุงู„ุนุธูŠู… ูˆู†ูุนู†ุง ูˆุฅูŠุงูƒู… ุจู…ุง ููŠู‡ ู…ู† ุงู„ุขูŠุงุช ูˆ ุงู„ุฐูƒุฑุงู„ุญูƒูŠู… ูุงุณุชุบูุฑูˆุง ุงู„ู„ู‡ ูุฅู†ู‡ ู‡ูˆ ุงู„ุบููˆุฑ ุงู„ุฑุญูŠู…
๏ปฟKaruniaAllah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat." (Ad-Daa' wa Ad-Dawaa', hlm. 84) Apa yang disebutkan di atas dalam bait syair menunjukkan, bahwa maksiat itu menghalangi datangnya ilmu, termasuk dalam hal menghafal Alquran. Ketika hati kita berbuat maksiat, adalah seperti disebutkan dalam ayat berikut ini:

Skip to content HomeLandasan AgamaFikih dan MuamalahNasihat HatiNasihat UlamaSejarah IslamHomeLandasan AgamaFikih dan MuamalahNasihat HatiNasihat UlamaSejarah IslamHomeLandasan AgamaFikih dan MuamalahNasihat HatiNasihat UlamaSejarah Islam MAKSIAT ITU MENGHALANGI DATANGNYA ILMU, TERMASUK DALAM HAL MENGHAFAL ALQURAN Home/Landasan Agama/MAKSIAT ITU MENGHALANGI DATANGNYA ILMU, TERMASUK DALAM HAL MENGHAFAL ALQURAN MAKSIAT ITU MENGHALANGI DATANGNYA ILMU, TERMASUK DALAM HAL MENGHAFAL ALQURAN Nasihat_Ulama MAKSIAT ITU MENGHALANGI DATANGNYA ILMU, TERMASUK DALAM HAL MENGHAFAL ALQURAN Gara-gara tak sengaja, iseng atau memang sengaja melihat gambar wanita telanjang, hafalan Alquran bisa hilang. Yang diherankan, ada yang diketahui suka baca Alquran, bahkan suaranya merdu, namun sayangnya sukanya nonton โ€œfilm gituanโ€. Ternyata ketika ditelusuri, hafalan Alqurannya saat dites sering โ€œtersendat-sendatโ€. Itu lantaran pandangan matanya tak bisa dijaga dari maksiat. Memang benar, Alquran akan sulit melekat pada ahli maksiat. Imam Syafiโ€™i rahimahullah berkata ุดูŽูƒูŽูˆู’ุชู ุฅูู„ูŽู‰ ูˆูŽูƒููŠู’ุนู ุณููˆู’ุกูŽ ุญููู’ุธููŠ โ€ฆ ููŽุฃูŽุฑู’ุดูŽุฏูŽู†ููŠ ุฅูู„ูŽู‰ ุชูŽุฑู’ูƒู ุงู„ู…ุนูŽุงุตููŠ ูˆูŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุงูุนู’ู„ูŽู…ู’ ุจูุฃูŽู†ู‘ูŽ ุงู„ุนูู„ู’ู…ูŽ ููŽุถู’ู„ูŒ โ€ฆ ูˆูŽููŽุถู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู ู„ุงูŽูŠูุคู’ุชูŽุงู‡ู ุนูŽุงุตู โ€œAku pernah mengadukan kepada Wakiโ€™ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau mengarahkanku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa ilmu adalah karunia. Karunia Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat.โ€ Ad-Daaโ€™ wa Ad-Dawaaโ€™, hlm. 84 Apa yang disebutkan di atas dalam bait syair menunjukkan, bahwa maksiat itu menghalangi datangnya ilmu, termasuk dalam hal menghafal Alquran. Ketika hati kita berbuat maksiat, adalah seperti disebutkan dalam ayat berikut ini ูƒูŽู„ู‘ูŽุง ุจูŽู„ู’ ุฑูŽุงู†ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ู‚ูู„ููˆุจูู‡ูู…ู’ ู…ูŽุง ูƒูŽุงู†ููˆุง ูŠูŽูƒู’ุณูุจููˆู†ูŽ โ€œSekali-kali tidak demikian. Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.โ€ QS. Al-Muthaffifin 14. Walau memang istilah dalam ayat adalah untuk orang kafir. Karena ada tiga istilah yang menerangkan tentang hati Ar-rain, keadaan hati orang kafir. Al-ghaim, keadaan hati Abrar wali Allah pertengahan. Al-ghain, keadaan hati Muqarrabin wali Allah terdepan. Tafsir Alquran Al-Azhim, 7 511 Namun keadaan hati yang bermaksiat tetap makin gelap, seperti diterangkan pula dalam hadis berikut ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุจูู‰ ู‡ูุฑูŽูŠู’ุฑูŽุฉูŽ ุนูŽู†ู’ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู -ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…- ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู’ุนูŽุจู’ุฏูŽ ุฅูุฐูŽุง ุฃูŽุฎู’ุทูŽุฃูŽ ุฎูŽุทููŠุฆูŽุฉู‹ ู†ููƒูุชูŽุชู’ ููู‰ ู‚ูŽู„ู’ุจูู‡ู ู†ููƒู’ุชูŽุฉูŒ ุณูŽูˆู’ุฏูŽุงุกู ููŽุฅูุฐูŽุง ู‡ููˆูŽ ู†ูŽุฒูŽุนูŽ ูˆูŽุงุณู’ุชูŽุบู’ููŽุฑูŽ ูˆูŽุชูŽุงุจูŽ ุณูู‚ูู„ูŽ ู‚ูŽู„ู’ุจูู‡ู ูˆูŽุฅูู†ู’ ุนูŽุงุฏูŽ ุฒููŠุฏูŽ ูููŠู‡ูŽุง ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ุชูŽุนู’ู„ููˆูŽ ู‚ูŽู„ู’ุจูŽู‡ู ูˆูŽู‡ููˆูŽ ุงู„ุฑู‘ูŽุงู†ู ุงู„ู‘ูŽุฐูู‰ ุฐูŽูƒูŽุฑูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ูƒูŽู„ุงู‘ูŽ ุจูŽู„ู’ ุฑูŽุงู†ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ู‚ูู„ููˆุจูู‡ูู…ู’ ู…ูŽุง ูƒูŽุงู†ููˆุง ูŠูŽูƒู’ุณูุจููˆู†ูŽ Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Rasulullah ๏ทบ, beliau bersabda โ€œSeorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali berbuat maksiat, maka ditambahkan titik hitam tersebut, hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan โ€œAr Raanโ€ yang Allah sebutkan dalam firman-Nya yang artinya Sekali-kali tidak demikian. Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati merekaโ€™.โ€ HR. Tirmidzi, no. 3334; Ibnu Majah, no. 4244; Ibnu Hibban, 7 27; Ahmad 2 297. Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini Hasan Shahih. Al-Hafizh Abu Thahir menyatakan bahwa hadis ini Hasan. Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan โ€œYang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dosa di atas tumpukan dosa, sehingga bisa membuat hati itu gelap, dan lama kelamaan pun mati.โ€ Demikian pula yang dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, Ibnu Zaid dan selainnya. Tafsir Alquran Al-Azhim, 7 512 Ibnu Taimiyah rahimahullah menyebutkan perkataan Hudzaifah dalam fatawanya. Hudzaifah berkata โ€œIman membuat hati nampak putih bersih. Jika seorang hamba bertambah imannya, hatinya akan semakin putih. Jika kalian membelah hati orang beriman, kalian akan melihatnya putih bercahaya. Sedangkan kemunafikan membuat hati tampak hitam kelam. Jika seorang hamba bertambah kemunafikannya, hatinya pun akan semakin gelap. Jika kalian membelah hati orang munafik, maka kalian akan melihatnya hitam mencekam.โ€ Majmuโ€™ Al-Fatawa, 15 283 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah mengatakan โ€œJika dosa semakin bertambah, maka itu akan menutupi hati pemiliknya. Sebagaimana sebagian salaf mengatakan mengenai surat Al Muthoffifin ayat 14 โ€œYang dimaksud adalah dosa yang menumpuk di atas dosa.โ€ Ad-Daaโ€™ wa Ad-Dawaaโ€™, hlm. 93 Kata Al-Hasan Al-Bashri pula โ€œItu adalah dosa yang menumpuk di atas dosa, sehingga membuat hati menjadi kelam.โ€ Ad-Daaโ€™ wa Ad-Dawaaโ€™, hlm. 93 Semoga kita tidak menjadi orang yang dijauhkan dari Alquran, gara-gara kelamnya maksiat yang menutupi hati. Referensi Ad-Daaโ€™ wa Ad-Dawaaโ€™. Cetakan kedua, tahun 1430 H. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Tahqiq Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Tafsir Alquran Al-Azhim. Cetakan pertama, tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq Abu Ishaq Al-Huwaini. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Penulis Muhammad Abduh Tuasikal Sumber Related Posts

Haditsini hendaknya kita renungkan baik-baik karena ini merupakan hadits yang penting dan agung. Dalam hadits ini terdapat motivasi untuk mempelajari ilmu agama dan penyebutan keutamaan bagi orang yang Allah beri taufik untuk menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu. Beberapa faidah penting dari hadits ini di antaranya : Daftar Isi sembunyikan.
iVb1n. 144 216 23 257 86 240 153 331 84

hadits tentang maksiat kepada allah dapat menghalangi ilmu